Thursday 15 July 2010
HIKMAH DI BALIK AIR MATA CUT TARI
Berikut adalah editorial Tribun Pontianak seputar pengakuan Cut Tari di media. Semoga editorial ini setidaknya menjadi inspirasi buat sahabat. Cut Tari juga manusia, seperti kita. Bedanya, dia selebriti hingga menjadi sorotan publik.
AIR Mata Cut Tari akhirnya menetes di depan kamera wartawan, Kamis (8/7) lalu. Artis dan presenter ini, akhirnya mengaku bersalah dan meminta maaf kepada bangsa Indonesia.
Penyesalan senantiasa datang belakangan. Kendati demikian, bukan soal terlambat atau tidak dalam urusan taubat. Air mata Tari akan memiliki makna, apabila didasari ketulusan menyadari kesalahan yang pernah diperbuat.
Apalagi, dalam tenggat sehari kemudian, penasihat hukum Cut Tari, Hotman Paris Hutapea mengungkap pengakuan bersalah kliennya. Tari mengaku sebagai pemeran dalam video porno bersama penyanyi Nazriel Ilham alias Ariel.
Memetik hikmah di balik peristiwa yang mengguncang publik di Tanah Air ini, adalah "gerbang" menuju pertaubatan. Hakekatnya, tak seorang pun manusia di muka bumi yang tak pernah berbuat khilaf, bahkan kesalahan.
Setiap kekhilafan dan kesalahan yang kita perbuat, selalu memberi hikmah teramat penting dalam kehidupan sejati. Suatu pelajaran hidup yang mengingatkan kelahiran dan keberadaan kita di dunia, lalu ke mana kita setelah jiwa tak lagi bersatu dengan raga.
Kehidupan di muka bumi, acapkali membuat kita lupa. Ketenaran, kekayaan, jabatan, dan kebebasan hidup, cenderung membuat kita tergelincir untuk melupakan jatidiri sebagai manusia ciptaan Allah.
Terlampau banyak dan sering di antara kita merasa sebagai manusia taat, orang baik, bahkan peduli sesama dan pecinta semesta alam. Namun, sejak anak Adam menghuni bumi, umumnya pengakuan ini hanya klaim dalam tataran formal.
Kenyataannya, terlalu langka ketaatan tulus. Taat yang tulus, tak memerlukan justifikasi orang lain. Tak perlu diketahui siapa pun. Cukup malaikat yang mencatat, di bawah kendali Tuhan Yang Maha Esa.
Kemunafikan diri kerap menyeret kita pada pusaran perbuatan yang menjauhi nilai-nilai agung religi, norma budaya dan hukum. Semakin maju dan canggih peradaban manusia, kemunafikkan kita pun kian canggih.
Kendati demikian, Tuhan tetap Yang Maha Kuasa, Maha Adil dan Maha Benar. Sehebat apapun kita menyembunyikan kekhilafan dan kesalahan, tak ubahnya bom waktu untuk dibuka Allah.
Ikhlas Jalankan Hukuman
Kita bisa berbohong pada orang lain atau polisi, tetapi tidak dengan Tuhan. Isyarat konkret yang bisa kita buktikan masing-masing adalah, perasaan tak nyaman saat kita berbohong atau berbuat salah.
Tiada ketenangan, ketenteraman dan kedamaian jiwa. Betapa pun getirnya, hanya pengakuan tulus atas kesalahan menjadi prasyarat menemukan kedamaian jiwa. Tak ada alasan malu mengakui perbuatan salah.
Kemuliaan harga diri kita, bukan ditentukan kebohongan atau kemunafikan. Harga diri manusia juga tidak bergantung pangkat, jabatan, kekayaan, popularitas atau "asesoris" kehidupan duniawi yang tak bisa dibawa mati.
Harga diri kita ditentukan seberapa tinggi kecintaan kita kepada Tuhan yang mengajarkan ketulusan cinta pada sesama maupun semua ciptaan-Nya di alam semesta raya. Kita sebagai makhluk yang diciptakan dengan derajat tertinggi di antara makhluk lain, seharusnya cerdas bersyukur.
Dengan bersyukur atas segala karunia Tuhan, kita tak mudah terpeleset kehidupan sesat. Memang, bersyukur secara tulus, ikhlas menjalani kehidupan tanpa memaksa, dan senantiasa tawakal mencintai Tuhan, bukan pekerjaan mudah.
Setiap usaha baik, senantiasa kurang menarik bagi kita. Mengamalkan sikap dan perbuatan baik, tak segampang menyakiti hati orang lain, bahkan membunuh sekalipun. Dan, benar adanya, memang begitulah jika kita telah dirasuki nafsu syetan.
Tak ada keindahan dan kenyamanan berbuat baik. Pilihannya, cenderung menuruti hawa nafsu sebebas-bebasnya. Ironis. Kita justru bangga dengan "label" sebagai orang paling top dan modern, bukan katrok ala Tukul Arwana.
Semoga kita bisa sama-sama belajar atas masalah yang dihadapi Cut Tari, Ariel dan Luna Maya. Sangat tak bijak, jika kita hanya pandai menista. Orang baik di mata Allah, tak pernah ingin menertawakan penderitaan orang lain, apalagi mencercah belaka.
Sebagai sesama manusia dan sesaudara anak cucu Adam, kita wajib mendoakan mereka agar cepat bertaubat. Tulus mengakui, jika salah dan ikhlas menjalani hukuman dunia, sebelum hukuman Tuhan kelak. Setenar apapun kita akan hancur, jika menafikkan Sang Pencipta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment